Jumat, 13 Desember 2013

Pengertian Delay, Jitter & Throughput



Delay

     Delay adalah waktu tunda yang disebabkan oleh proses transmisi dari satu titik ke titik lain yang menjadi tujuannya. Delay dalam jaringan TCP/IP dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Packetization Delay
      Delay yang disebabkan oleh waktu yang diperlukan untuk proses pembentukan paket IP dari infomasi userDelay ini hanya terjadi sekali, yaitu di source informasi.

b. Queuing Delay
    Delay ini disebabkan oleh waktu proses yang diperlukan oleh router didalam menangani antrian transmisi paket di sepanjang jaringan. Umumnya delay ini sangat kecil , kurang lebih 100micro second.

c. Delay Propagasi
    Proses perjalanan informasi selama didalam media transmisi, misalnya SDH, coax atau tembaga, menyebabkan delay yang disebut dengan delay propagasi.

d. Transmission Delay
     Transmission Delay adalah waktu yang diperlukan sebuah paket data untuk melintasi suatu media. Transmission delay ditentukan oleh kecepatan media dan besar paket data.

e. Processing delay
     Processing delay adalah waktu yang diperlukan oleh suatu perangkat jaringan untuk melihat rute, mengubah header, dan tugas switching lainnya.

Jitter

      Jitter adalah variasi waktu dari sinyal periodik dalam elektronik dan telekomunikasi, sering kali dalam kaitannya dengan sumber referensi jam. Jitter dapat diamati dalam karakteristik seperti frekuensi berturut-turut pulses, amplitude sinyal, atau fasa dari sinyal periodik. Jitter adalah signifikan, dan biasanya tidak diinginkan, faktor dalam desain hampir semua sambungan komunikasi (misalnya, USB, PCI-e, SATA, OC-48). Dalam jam pemulihan aplikasi disebut waktu jitter.
     Jitter dapat di kuantifikasi dalam hal yang sama seperti semua waktu bervariasi sinyal, misalnya, RMS, atau puncak-ke-puncak. Lainnya juga seperti waktu-sinyal bervariasi, Jitter dapat dinyatakan dalam hal kepadatan spektral (frekuensi konten).
      Perioda Jitter adalah interval antara dua kali efek maksimum (atau minimum efek) dari sinyal karakteristik yang berbeda secara teratur dengan waktu. Frekuensi Jitter, semakin sering dikutip sebagai nilai, dari kebalikannya. Secara umum, Jitter frekuensi rendah sangat tidak menarik dalam merancang sistem, dan rendahnya frekuensi cutoff untuk Jitter biasanya ditentukan pada 1 Hz.

Throughput

     Throughput adalah kecepatan rata-rata data yang diterima oleh suatu suatu node dalam selang waktu pengamatan tertentu. Throughput merupakan bandwidth aktual saat itu juga dimana kita sedang melakukan koneksi. Satuan yang dimilikinya sama dengan bandwidth yaitu bps.

Minggu, 08 Desember 2013

Infrastruktur Teknologi Informasi pada Lembaga Pendidikan Kepustakawanan




Abstrak
Penerapan Teknologi Informasi pada era globalisasi informasi saat ini menjadi sangat penting. apalagi di negara kita yang sedang berkembang, sangat membutuhkan berbagai informasi beserta teknologi-nya yang dapat diterapkan untuk kemajuan bangsa ini. Kebutuhan manusia pada informasi semakin hari semakin tinggi dalam membantunya mengambil sebuah keputusan. Kebutuhan ini juga ternyata dibarengi dengan kesadaran bahwa perpustakaan merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan tentang Infrastruktur Teknologi Informasi pada Lembaga Pendidikan Kepustakawanan.
Key works : Infrastruktur Teknologi Informasi, Pendidikan Kepustakawanan.

Definisi Infrastruktur Teknologi Informasi 

              Infrastruktur teknologi informasi adalah sumber daya teknologi bersama yang menyediakan platform untuk aplikasi sistem informasi perusahaan yang terperinci. Infrastruktur teknologi informasi terdiri dari fasilitas-fasilitas fisik, jasa-jasa, dan manajemen yang mendukung seluruh sumber daya komputasi dalam suatu organisasi.
Infrastruktur teknologi informasi meliputi investasi dalam peranti keras, peranti lunak, dan layanan seperti : konsultasi, pendidikan, dan pelatihan yang tersebar diseluruh perusahaan atau tersebar diseluruh unit bisnis dalam perusahaan.

Pendidikan Kepustakawanan

Dunia informasi dan perpustakaan sekarang ini telah menunjukan banyak sekali kemajuan, baik dari semakin tingginya perhatian pada kehadiran perpustakaan maupun semakin majunya teknologi informasi sebagai pendukung kegiatan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan penggunanya. Kebutuhan manusia pada informasi semakin hari semakin tinggi dalam membantunya mengambil sebuah keputusan. Kebutuhan ini juga ternyata dibarengi dengan kesadaran bahwa perpustakaan merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Kepercayaan pada perpustakaan ini terutama diberikan pada perpustakaan yang menunjukkan keterlibatannya dalam kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Perpustakaan yang dipercaya mampu memenuhi kebutuhan adalah perpustakaan yang sudah menggunakan sistem jaringan komputer dalam menjalankan fungsinya.
Kemajuan dan penghargaan ini tentu saja menuntut kompetensi yang tinggi pada pengelola perpustakaan, terutama bagi mereka yang langsung berhubungan dengan permintaan informasi khusus. Kompetensi lain yang dituntut juga adalah kemampuan menjawab permintaan khusus ini dengan cepat dan variasi yang luas tetapi sangat akurat. Informasi yang diminta tidak lagi berupa kumpulan data mentah, tetapi sudah menjadi “barang siap pakai (ready for use)” berupa sebuah strategi pengambilan tindakan untuk mencapai sebuah tujuan.
Kompetensi setinggi ini tentu saja tidak dapat dimiliki hanya melalui pengalaman dan belajar secara otodidak tetapi harus melalui pendidikan khusus pada strata kesarjanaan di perguruan tinggi. Program pendidikan yang secara jelas dan resmi menyelenggarakan pendidikan ini adalah pendidikan bidang informasi dan perpustakaan, dari tingkat diploma, sarjana sampai pascasarjana dengan nama atau sebutan program yang agak bervariasi, dari yang hanya menggunakan nama Program Studi Ilmu Perpustakaan, atau Program Studi Ilmu Informasi, atau Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan, atau Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Dokumentasi. Nama program studi ini kemudian mencirikan bobot kompetensi utama yang dihasilkan oleh kurikulum masing- masing lembaga penyelenggara.
Melalui pendidikan kepustakawanan (librarianship) ini diharapkan lahir kompetensi dalam pengelolaan informasi, dokumentasi dan perpustakaan pada peserta program pendidikan yang pada saatnya mampu menjalankan roda manajemen lembaga informasi atau perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Diharapkan juga akan lahir diploma atau sarjana yang memiliki kreatifitas dalam mengemas data dan informasi yang dapat menciptakan efisiensi penggunaannya.
Apapun nama program studi penyelenggaranya, kurikulum yang disusun haruslah berdasarkan kompetensi yang akan dihasilkan pada peserta didiknya (competence base curriculum), yaitu kemampuan mengelola informasi dan lembaga perpustakaan, yaitu mulai dari mencari tahu apa kebutuhan pengguna, mencarikan informasi yang tepat untuk kebutuhan tersebut, dan bagaimana mengolah data yang diperoleh agar dapat di”beli” oleh pengguna dan bagaimana menjalankan manajemen yang tepat agar lembaga perpustakaan dapat menjalankan fungsinya sebagai social agent untuk mencapai tujuan mulianya (salah satunya adalah melahirkan minat dan kebiasaan membaca pada masyarakat sebagai dasar pendidikan menuju pembangunan bangsa - atau fungsi lain sehebat itulah).

Infrastruktur Penyelenggaraan Pendidikan Kepustakawanan

Sesuai dengan kurikulum yang telah disusun berdasarkan ukuran kompetensi yang jelas, fasilitas penyelenggaraan pendidikan kepustakawanan yang tersedia harus dirancang agar peserta pendidikan mampu memiliki keilmuan, keahlian dan keterampilan dalam bidang informasi dan perpustakaan. Fasilitas pendidikan juga harus disediakan dan dirancang agar tenaga pengajar mampu membimbing dan melahirkan motivasi pada peserta didik dalam menguasai ilmu dan keahlian yang diharapkan dimiliki mereka. Jadi ada dua fungsi utama dari infrastruktur penunjang pendidikan kepustakawanan, yaitu untuk memudahkan pengajar menyampaikan materi dan bimbingan pada peserta didik, dan memudahkan peserta didik mempraktekkan teori yang sudah diterimanya diperkuliahan serta mempersiapkan peserta didik ketika harus menerapkan kompetensi yang dimilikinya di dunia kerja.
Infrastruktur yang diperlukan untuk proses mengajar adalah semua fasilitas pendukung yang memungkinkan dosen menyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami, juga agar dosen mampu memperoleh bahan-bahan ajar baru (current and up to date) yang nantinya semakin memperluas wawasan peserta didik dalam menguasai satu mata kuliah. Fasilitas pengajaran yang memadai akan menciptakan kondisi belajar yang mendukung dan menghindarkan kejenuhan.
Setelah peserta mendapatkan materi berupa teori dan pedoman tentang sebuah subjek, maka mereka harus mendapat kesempatan untuk mempraktekkan dan menguji apakah pedoman itu benar-benar mampu memecahkan sebuah masalah. Dengan adanya kesempatan ini, peserta didik dapat langsung mengetahui bagaimana teori dan pedoman ini diterapkan. Fasilitas praktek dan latihan juga memudahkan pengajar mengukur kompetensi yang sudah berhasil dicapai peserta yang hasilnya akan dijadikan sebagai bahan evaluasi pada proses mengajar belajar.

Infrastruktur Teknologi Informasi

Pada masa sekarang ini, teknologi komunikasi dan informasi (ICT - Information and Communication Technology) merupakan sesuatu yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terutama mereka yang hidup di kota besar. Teknologi komunikasi dan informasi sudah menjadi sebuah kebutuhan (salah satunya adalah kebutuhan dihargai dan di’pandang’) dalam kerja maupun kahidupan sehari-hari pada umumnya. Ketersediaannya juga sudah mencapai pada hal-hal yang paling rumit dan sederhana dari pengiriman, penyimpanan, pengolahan dan pengiriman data dengan kemampuan jangkauan yang sangat luas.
Pendidikan kepustakawanan juga tidak dapat lagi menghindarkan kehadiran teknologi ini, baik dalam kegiatan mengajar maupun belajar. Untuk itu lembaga penyelenggara pendidikan harus sudah menyediakan infrastuktur berbasis teknologi komunikasi dan informasi, sesederhana apapun itu.
Dalam kegiatan pengajaran, seorang dosen akan lebih mudah menyampaikan materi apabila tersedia fasilitas ini, baik dalam pertemuan dalam kelas dengan menggunakan multi media yang memungkinkan materi dipersiapkan dan disajikan dengan lebih menarik dan lengkap (dengan tambahan ilustrasi yang nyata), maupun ketika ia mencari data baru mengenai perkembangan keilmuan di bidangnya dari sumber-sumber yang sangat banyak dan tidak lagi terbatas pada bahan tercetak melalui fasilitas on-line dan Internet. Ketika fasilitas jaringan komputer sudah memadai, dosen juga dapat menyampaikan materi, tugas dan pemeriksaan hasil melalui sistem jaringan.
Untuk kegiatan belajar bagi peserta didik, ketersediaan infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi akan memudahkan mereka dalam mempraktekkan teori pengolahan dan pengamasan data, dokumentasi dan informasi. Dengan fasilitas yang memadai dimungkinkan adanya sebuah sistem pengajaran dimana dosen dan peserta didik dapat berkomunikasi melalui jaringan komputer. Peserta didik juga akan dengan mudah mencari literatur bahan ajar sebagai tambahan dari materi yang tersedia di perpustakaan. Kemudahan lainnya adalah peserta didik akan dapat mengatur waktunya sendiri dalam melakukan praktek bidang pengolahan data di laboratorium. Lebih jauh, mereka di bawah bimbingan dosen, dapat melakukan percobaan dan menciptakan program pengolahan data yang baru.

Program Dalam Infrastuktur Teknologi Komunikasi dan Informasi

Dalam teknologi komunikasi dan informasi terdapat dua komponen utama yaitu hardware dan software (keduanya dijalankan oleh brainware milik manusia), perangkat keras sebagai komponen yang bergerak dan perangkat lunak sebagai komponen penggerak. Keduanya diurus oleh orang dengan kompetensi yang berbeda, yaitu tehnisi perangkat keras dan pengurus program perangkat lunak.
Kompetensi yang dibutuhkan dalam mengurus program perangkat lunak (software) juga terbagi dua, yaitu pembuat program dan pemakai program. Pembuat program adalah mereka yang memiliki kompetensi dalam bidang informatika yang mampu membuat sebuah program agar mampu memanipulasi data (bukan memanipulasi laporan pada rakyat!) sesuai dengan perintah yang diberikan. Bill Gates adalah salah satunya. Pemakai program adalah orang yang memiliki kompetensi memanfaatkan program yang sudah jadi untuk mengolah data yang diperolehnya menjadi bentuk baru. Roy Suryo, misalnya.
Dalam pendidikan kepustakawanan, kompetensi yang harus dimiliki peserta didik adalah kompetensi sebagai pemakai program, bukan pembuat program. Pembuatan program sebaiknya dilakukan oleh ahli komputer (informatika). Jika dianalogikan seperti adanya insinyur mesin yang membuat kendaraan angkut, dan insinyur sipil yang membuat jalan dan jembatan, pustakawan atau ahli informasi berperan menentukan matrerial apa yang akan dimuatkan pada kendaraan yang tersedia dan kemana material itu dikirim. Pembagian peran dan tugas ini sebaiknya tidak dicampur aduk jadi satu karena akan menimbulkan tumpang tindih dalam kurikulum pendidikan.
Untuk itu infrastruktur teknologi infomasi yang harus disediakan adalah fasilitas komputer dan sistem jaringannya yang memungkinkan peserta didik dapat merancang material informasi yang tepat untuk diberikan pada pengguna informasi, kemudian menyimpan dan mengolah serta menyampaikannya dengan tepat dan cepat agar pengguna dapat segera dan tepat memakai informasi yang tersedia untuk mengambil keputusan.

Penutup

Pada perancangan penyediaan infrastuktur teknologi informasi dan komunikasi yang perlu menjadi dasar pemikiran adalah bahwa teknologi informasi dan komunikasi adalah alat bantu dan bukan inti dari kehidupan dari seorang pustakawan. Pada sebuah hasil penelitian yang ditulis dalam Journal of Librarianship and Information Science, December 1999 disebutkan ketidak mampuan profesional seorang lulusan pendidikan perpustakaan untuk memenuhi persyarat kerja adalah skills and social skills yang meliputi:
a.quality assurance skills
b.problem solving skills
c.learning efficiency
d.flexibility, and
e.communication skills
yang hanya dapat dipenuhi jika mahasiswa mau open mind. Oleh karena itu konsentrasi penyediaan fasilitas pendidikan terutama ditujukan untuk menciptakan keterampilan dan keahlian tersebut. Dengan dimilikinya ke lima keterampilan dan keahlian tersebut, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi akan dapat termanfaatkan dengan tepat dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Aldi, galih. 2012.”Rangkuman infrastruktur TI”. http://galihadi058.blogspot.com/2012/10/infrastruktur-teknologi-informasi.html. Diakses pada tanggal 8 desember 2013.
Rusmana, Agus. 20 desember 2003. “Infrastruktur teknologi informasi pada lembaga pendidikan kepustakawaan”. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A%2F%2Feprints.rclis.org%2F9380%2F1%2FInfrastruktur-TI-4%253Dpustakawan_Agus_rusmana.pdf&ei=bjulUrWLLMW-rgeHjoGoCA&usg=AFQjCNFFD3ixKNJZgtRhm5RezTSktugROw&bvm=bv.57752919,d.bmk. Diakses pada tanggal 8 desember 2013.
Dee-belajar. 2013. “Membuat Daftar Pustaka”. http://dee-belajar.blogspot.com/2013/05/membuat-daftar-pustaka-dari-internet.html . Diakses pada tanggal 1 desember 2013.


Minggu, 01 Desember 2013

STRATEGI PENCAPAIAN KEUNGGULAN KOMPETITIF DALAM BERBISNIS




ABSTRAKSI

     Kondisi di lingkungan ekonomi yang semakin kompetitif, perusahaan dituntut untuk selalu
mengikuti perkembangan teknologi informasi yang canggih, hal ini dilakukan agar perusahaan dapat memperoleh
keunggulan kompetitif atau setidaknya dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk mendapatkan keunggulan ini adalah EDI. EDI dapat digunakan sebagai strategi karena dengan kepemimpinan biaya EDI Strategi dapat dipenuhi beberapa keunggulan keunggulan-EDI. Selain manfaat dan kendala yang dimiliki EDI, untuk mempertimbangkan implementasi EDI, hal utama yang harus dipertimbangkan adalah keputusan mengenai perbandingan antara biaya dan manfaat yang akan diberikan EDI sendiri.

KEY WORKS : Electronic Data Interchange (EDI), Strategi untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam berbisnis.

PENDAHULUAN

    Dunia bisnis yang semakin kompetitif, teknologi informasi yang semakin canggih,
menuntut suatu perusahaan untuk senantiasa dapat menciptakan adanya suatu pembaharuan
(inovasi) atau strategi-strategi tertentu yang harus dilakukan. Salah satu tujuan adanya inovasi
dan penentuan strategi yang harus dilakukan dimaksudkan agar perusahaan dapat berperan
didalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan harapan memperoleh suatu
keunggulan kompetitif dibandingkan dengan para pelaku yang lain atau paling tidak dapat
bertahan pada kondisi yang menguntungkan. Namun bagi perusahaan yang tidak dapat ambil
bagian atau mengantisipasi terhadap kondisi persaingan yang semakin ketat tersebut, maka
dapat dipastikan secara perlahan tapi pasti perusahaan tersebut akan gulung tikar atau akan
menghadapi suatu kehancuran.
    Guna mengantisipasi kondisi yang kompetitif ini, salah satu strategi yang harus diambil
adalah meningkatkan kemampuan didalam memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi. Hal ini harus dilakukan karena sebagaimana kita ketahui, salah satu pemicu
timbulnya persaingan yang ketat adalah teknologi informasi yang semakin canggih dan
komunikasi yang senantiasa mengikuti perubahannya dan diantara keduanya saling berkaitan.
    Salah satu teknologi informasi yang cukup relevan untuk mengantisipasi kondisi yang
semakin kompetitif adalah penggunaan Electronic Data Interchange (EDI) yaitu salah satu
teknologi informasi yang menghubungkan antara satu komputer dengan komputer lain yang
memberikan informasi bisnis dalam bentuk format yang terstruktur, dan dilakukan oleh para
partner bisnis.
    Tulisan ini akan ditekankan pada pembahasan mengenai pengaruh EDI terhadap strategi
yang dilakukan perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Guna memberikan uraian
yang lebih jelas, penyajian dalam tulisan ini akan dikelompokkan dalam beberapa bagian yaitu
pertama akan menyajikan sekilas tentang EDI, kedua EDI sebagai salah satu strategi, ketiga
EDI dan keunggulan kompetitif, dan keempat kendala-kendala yang dihadapi implementasi EDI, pada penyajian akhir akan diinformasikan mengenai implementasi EDI di Indonesia, dan
akhirnya tulisan akan ditutup dengan kesimpulan.

DEFINISI

     Menurut kamus TI Pengertian EDI (Electronic Data Interchange) Adalah Metode untuk saling bertukar data bisnis atau transaksi secara elektronik melalui jaringan komputer.
 Secara formal EDI didefinisikan oleh International Data Exchange Association (IDEA) sebagai “transfer data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik”.
EDI memiliki standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara langsung dari satu sistem komputer yang satu ke sistem komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy, faktur, serta terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak disengaja dalam penanganan berkas dan intervensi dari manusia.

EDI sebagai suatu strategi

     Strategi yang dikemukakan oleh Porter (1980), mengungkapkan bahwa ada dua strategi
yang harus dilakukan agar perusahaan unggul didalam berkompetisi yaitu : Pertama cost
leadership, didalam strategi ini perusahaan diminta untuk menekan biaya agar biaya bisa lebih
rendah dibandingkan dengan perusahaan pesaing, langkah yang diambil misalnya dengan
pengendalian biaya secara ketat, meminimumkan biaya tenaga kerja, menekan biaya
pembelian, mengurangi biaya dokumentasi, biaya penelitian & pengembangan dan sebagainya.
Sedangkan strategi yang kedua adalah product differentiation, yaitu strategi ini dapat dicapai
melalui penciptaan suatu produk yang unik bagi pelanggan.
     Berkaitan dengan cost leadership, EDI merupakan salah satu strategi yang dapat
digunakan. Adams (1993), mengungkapkan bahwa Pratt & Whitney Aircraft salah satu
perusahaan aerospace didalam melakukan transaksi pembeliannya, sebelum menggunakan
EDI biaya pembelian yang dikeluarkan untuk setiap pembelian sebesar $ 30, tetapi sejak
mengimplementasikan EDI biaya pembelian dapat dikurangi hingga $ 20, selain itu pembeli
dapat menghemat waktunya hingga 4 jam setiap minggu. Dari apa yang dikemukakan Adam,
kelihatan bahwa EDI bisa menghemat biaya pembeliannya selain waktu yang digunakan
semakin berkurang, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Williamson (1993), yaitu
untuk penyusunan rekonsiliasi bank, apabila dikerjakan dengan menggunakan manual
membutuhkan waktu sekitar 20 hingga 40 menit, tetapi jika menggunakan proses komputer
secara otomatis waktu yang digunakan untuk penyusunan tersebut kurang dari 5 menit atau
hanya sekitar 2 atau 3 menit. Dari uraian tersebut dapat diringkas bahwa beberapa
keunggulan dari penggunaan EDI diantaranya perusahaan bisa menekan biaya pembelian
selain waktu yang digunakan semakin singkat atau dengan kata lain proses transaksi semakin
cepat.
     Keunggulan yang lain dari EDI adalah adanya penghematan penggunaan dokumentasi
atau kertas yang dipakai untuk transaksi. Perusahaan yang menggunakan komputer didalam
menjalankan operasionalnya masih menggunakan kertas atau dokumen didalam
melaksanakan transaksi hariannya, misalnya pesanan pembelian, bukti pengiriman,
faktur/invoice atau bukti-bukti yang lainnya. Disamping itu untuk melakukan transaksi dengan
pihak lain masih dibutuhkan waktu dan tenaga guna mengirimkan dokumen yang berkenaan
dengan transaksi tersebut kepada pihak lain, hal ini akan menimbulkan biaya dokumentasi,
biaya pengiriman dan waktu pengiriman. Namun apabila perusahaan menggunakan EDI, yang
mana transaksi dilakukan dari komputer ke komputer dengan menggunakan bahasa yang
standar, maka penggunaan dokumentasi dapat ditiadakan atau paling tidak dikurangi,
sehingga biaya dokumentasi akan berkurang pula, begitu juga biaya pengiriman akan
ditiadakan dan waktu yang digunakan semakin singkat.
     EDI dapat menekan kesalahan entry data dan posting transaksi. Karena program yang ada
didalam EDI sudah standar dan format yang ada sudah terstruktur, maka disaat perusahaan
melakukan transaksi dan entry data kedalam komputer dengan panduan yang ada, tingkat
kesalahan entry data dapat dikurangi, begitu juga posting yang dilakukan kemungkinan
kesalahannya kecil karena posting didalam EDI dilakukan secara otomatis. Adams (1993),
mengemukakan dengan EDI kesalahan entry data dan posting transaksi dapat berkurang
banyak.

EDI dan Keunggulan Kompetitif
   
     Guna memperoleh keunggulan kompetitif, suatu perusahaan dituntut untuk senantiasa
menciptakan sesuatu yang bisa meningkatkan kemampuan didalam menghadapi persaingan.
Salah satu strategi untuk memenangkan persaingan tersebut adalah meningkatkan
kemampuan didalam memanfaatkanteknologi informasi diantaranya yaitu EDI. Stern dan
Kaufman (1985) memberikan keyakinan bahwa penggunaan EDI akan memberikan
kesempatan pada perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif, hal ini bisa
diwujudkan karena : (1) Penurunan order lead time, hal ini akan menyebabkan pengurangan
terhadap biaya persediaan, (2) Mutu pelayanan kepada konsumen semakin tinggi, (3)
Penurunan kemungkinan terjadinya out-of-stock, (4) Perbaikan mutu komunikasi untuk
menyelenggarakan transaksi/janji, promosi, perubahan harga dan tersedianya informasi
produk, (5) Perbaikan ketepatan dalam pemesanan, pengiriman, dan penerimaan barang, dan
(6) Pengurangan biaya tenaga kerja (labour cost).
     Berkaitan dengan implementasi Just-in-time (JIT) yang sering diperbincangkan
merupakan salah satu usaha guna memperoleh keunggulan kompetitif, EDI juga dapat
memberikan apa yang ada didalam JIT yaitu : Dengan implementasi EDI, maka akan diperoleh
pengendalian terhadap persediaan, mengarahkan orientasi kepada kualitas suatu produk serta
meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Contoh konkrit dengan implementasi EDI dapat
meningkatkan kegiatan yang dilakukan dalam JIT diantaranya adalah: EDI dapat
memperlancar siklus transaksi pembelian dalam sistem manajemen persediaan. Dalam
implementasi EDI, pihak pembeli dan penjual bisa berkomunikasi secara langsung melalui
komputer, disaat pembeli melakukan entry pemesanan pembelian yang berisi tentang informasi
kuantitas, kualitas, harga dan spesifikasi lainnya, dan saat itu pula penjual dapat menerima
apa yang diminta oleh pembeli, dengan demikian transaksi pembelian akan segera terlaksana
dengan meniadakan dokumen dan dalam waktu yang singkat, serta pengurangan tenaga
pelaksana, hal ini terjadi karena setelah menggunakan EDI tidak perlu lagi dibutuhkannya
tenaga untuk mengirim dokumen kepada penjual dan operator transaksi berkurang sehingga
efisiensi tenaga kerja tercapai. Dilain pihak dengan adanya EDI penjual akan mengetahui
skedul produksi yang dilakukan oleh pembeli dan posisi persediaan yang ada digudang,
sehingga pihak penjual akan mengetahui kapan pengiriman persediaan akan dilakukan. Dalam
kondisi seperti ini dapat diharapkan posisi persediaan yang ada di gudang tidak akan
mengalami jumlah persediaan yang terlalu banyak atau sampai kehabisan persediaan. Hal ini
sesuai dengan prinsip JIT yaitu meniadakan atau meminimalkan persediaan sehingga biaya
untuk pemeliharaan persediaan bisa ditiadakan.

Kendala-kendala yang dihadapi EDI

     Terlepas dari keunggulan-keunggulan EDI yang dikemukakan diatas, EDI itu sendiri
masih memiliki beberapa kendala didalam implementasinya yaitu : (1) Tidak adanya standar
global, sampai saat ini belum ada standar tunggal yang berlaku secara umum. Namun,
nampaknya pemakai EDI ingin membentuk standar internasional EDI, dan standar yang
terbentuk diantaranya adalah American National Standart Institute X.12 (ANSI X.12), standar
ini umumnya dipakai oleh perusahaan-perusahaan Amerika, dan Electronic Data Interchange
for Administration, Commerce and Transport (EDIFACT), standar ini sebagian besar dipakai
oleh pemakai EDI di dunia. Selain dua standar tersebut, penjual sistem EDI juga melayani
standar EDI untuk kepentingan tertentu (DISA, 1990). (2) Mahalnya biaya implemenrtasi EDI,
hal ini terjadi karena mahalnya biaya hardware, software, fasilitas telekomunikasi ditambah
lagi dengan biaya tenaga yang trampil dari penggunaan EDI ini. (3) Dual system atau
implementasi yang setengah-setengah, hal ini terjadi karena faktor sarana network yang relatif
mahal dan sedikitnya pemakai EDI. Sehingga perusahaan yang menggunakan EDI, masih
harus tetap menggunakan system manualnya, kondisi yang seperti ini akan menimbulkan
kebosanan bagi operatornya karena harus menangani kedua sistem tersebut. (4) Hambatan
budaya, hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan bahasa, nasionalisme dan budaya-budaya
lainnya sehingga menghambat pelaksanaan EDI didalam pengiriman data antar negara. Dan
(5) Kesulitan mengenai faktor manusia, ada dua kemungkinan sikap manusia didalam
mengahadapi adanya perubahan teknologi yaitu akan bersikap positif atau negatif. Sikap
positif, dengan adanya perubahan teknologi akan terdorong untuk semakin meningkatkan
kemampuannya didalam teknologi yang baru didapat tersebut, dan hal ini merupakan
tantangan baginya untuk memanfaatkan kesempatan didalam memperoleh prestasi.
Sedangkan yang bersikap negatif, dengan adanya teknologi beranggapan bahwa kondisi seperti
ini akan mengenyampingkan posisi dia atau terpaksa harus belajar lagi, dan hal ini merupakan
penghalang atau hambatan baginya.
   
     Terlepas dari kelemahan tersebut diatas, sebetulnya EDI akan lebih bermanfaat lagi
apabila dilakukan integrasi secara global yaitu antara EDI, e-mail dan arus kerja yang terjadi.
Namun Sammet (1993) mengungkapkan integrasi global antara EDI, e-mail dan arus kerja
yang terjadi hanyalah ada dalam teori dan tidak pernah ada dalam produk nyata, Sammet juga
menyarankan untuk menyelesaikan integrasi global ini ada tiga hal yang harus dilakukan
yaitu: (1) Ciptakan standar yang sesuai, (2) Menggabungkan produk baru kedalam standar
tersebut, dan (3) Sadar terhadap produk yang ada dan yang mereka kerjakan.
     Berdasarkan uraian diatas mengenai keunggulan-keunggulan maupun kendala-kendala
yang dimiliki EDI, alangkah baiknya didalam mempertimbangkan implementasi EDI sebagai
strategi guna memperoleh keunggulan kompetitif tidak hanya mempertimbangkan investasi
awalnya saja, tetapi perlu juga mempertimbangkan biaya pemeliharaan dan operasinya, karena
hal ini tidak terlepas dengan pihak ketiga yang terlibat dalam transaksi EDI tersebut.
     Di satu pihak EDI akan memberikan manfaat yang cukup banyak diantaranya adalah
penghematan biaya-biaya yaitu biaya pembelian, biaya dokumentasi maupun biaya tenaga
kerja atau pengehematan waktu, sedangkan dilain pihak implementasi memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Bertitik tolak dari kondisi ini semua, apakah perusahaan perlu
mengimplementasikan EDI atau tidak, hal ini tergantung pada pada kondisi perusahaan
didalam mempertimbangkan antara biaya dan manfaat yang akan diperoleh dari implementasi
EDI tersebut.
     Namun demikian agar bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan, Skagen (1989)
mengemukakan beberapa pendapat yang berkenaan dengan pertimbangan ini yaitu: (1) Bila
EDI diintegrasikan dengan accounting system intern perusahaan atau internal aplication
system, maka EDI akan memberikan manfaat yang dapat dijustifikasi dengan nilai investasi
awalnya, (2) Sering sekali payback on the invesment dicapai bila aplikasi internal yang penting
(material management, inventory control, accounts payable/receivable, dan sejenisnya) dikaitkan
dengan aplikasi internal partner bisnis, (3) Payback period-nya mungkin akan laba, (4) Manfaat
tidak langsung berupa strategic dan partnership benefits akan dirasakan.
     Berdasarkan uraian diatas dan apabila dikaitkan dengan kondisi bisnis yang ada di
Indonesia perlu juga ditambah beberapa pertimbangan lain, diantanya adalah komunikasi yang
ada, budaya manusia secara umum dan tingkat teknologi yang berkembang di Indonesia.
Dengan kata lain guna mempertimbangkan implementasi EDI di Indonesia tidak hanya
mempertimbangkan teknologinya saja, tetapi perlu diperhatikan pula tentang budaya dan
konteks sosial yang ada di Indonesia.

KESIMPULAN

    Kondisi lingkungan ekonomi yang semakin kompetitif, perusahaan dituntut agar selalu
mengikuti perkembangan teknologi informasi yang canggih, hal ini dilakukan agar perusahaan
dapat memperoleh keunggulan kompetitif atau paling tidak dapat bertahan pada kondisi yang
menguntungkan. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan guna memperoleh keunggulan
tersebut adalah EDI.
    EDI adalah pertukaran informasi bisnis secara elektronik dari komputer ke komputer,
dalam format terstruktur, dan dilakukan diantara partner bisnis (Ferguson et. al 1990). Ada
dua tipe aplikasi EDI yaitu tipe simple system dan integrated system, perbedaan kedua tipe
tersebut berkaitan dengan integrasi didalam penyusunan programnya. Sedangkan sarana yang
diperlukan EDI adalah perangkat keras (hardware), translation software/transaction converter,
mail box facilities dan pedoman prosedur untuk implementasi.
    EDI dapat dipakai sebagai suatu strategi karena dengan adanya EDI strategi cost
leadership dapat dipenuhi, keungulan-keunggulan yang dimiliki EDI diantaranya adalah : (1)
Menghemat biaya pembelian, (2) Menghemat biaya dokumentasi, (3) Menghemat waktu, (4)
Menghemat biaya tenaga kerja dan (5) Mempercepat proses transaksi pembelian dan
mengendalikan manajemen persediaan. Sedangkan beberapa kendala yang dihadapi
implementasi diantaranya adalah : (1) Tidak adanya standar global tunggal, (2) Mahalnya biaya
implementasi, (3) Dual system, (4) Hambatan budaya dan (5) Kesulitan yang berkaitan dengan
faktor manusia.
Terlepas dari keunggulan dan kendala yang dimiliki EDI, guna mempertimbangkan
implementasi EDI, hal utama yang perlu dipertimbangkan adalah keputusan mengenai
perbandingan antara biaya dan manfaat yang akan diberikan EDI itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Hadianyana. 2009. “EDI (Electronic Data Interchange)”. http://hadianyana.wordpress.com/2009/11/16/edi-electronic-data-interchange/ . Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.

Riyadi, Slamet. April 2010. “EDI:Pengaruhnya terhadap strategi pencapaian keunggulan kompetitif “. http://idei.or.id/jurnal/2010%20april%20Slamet%20Riyadi.pdf . Diakses pada tanggal 30 November 2013.

Dee-belajar. 2013. “Membuat Daftar Pustaka”. http://dee-belajar.blogspot.com/2013/05/membuat-daftar-pustaka-dari-internet.html . Diakses pada tanggal 1 desember 2013.